Tampilkan postingan dengan label viral. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label viral. Tampilkan semua postingan

Sabtu, 14 Juni 2025

Empat Pulau Aceh Masuk Sumut, KOPRI PKC PMII Aceh Dukung Pemerintah Aceh, Nyatakan Penolakan Tegas

 



LTN, Banda Aceh | Polemik pengalihan status empat pulau tak berpenghuni dari Aceh ke Sumatera Utara  yang tertuang dalam Kepmendagri No. 300.2.2-2138 tahun 2025, yang terus bergulir dan memicu gelombang penolakan dari berbagai elemen masyarakat. 


Kali ini, Koprs Pergerakan Mahasiswa Isalam Indonesia (PMII) Putri atau KOPRI PKC PMII Aceh secara tegas menyuarakan sikap menolak keputusan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang dinilai cacat prosedural dan berpotensi menggerus semangat otonomi khusus Aceh.


Ketua KOPRI PKC PMII Aceh, Desi Hartika, menyebut kebijakan pemindahan administratif Pulau Panjang, Lipan, Mangkir Ketek, dan Mangkir Gadang ke wilayah Sumut dilakukan tanpa melalui kajian holistik, tanpa partisipasi publik, dan tanpa mempertimbangkan dampak strategis terhadap kedaulatan sumber daya Aceh.


“Perubahan status ini bukan sekadar teknis administratif. Ini menyentuh jantung identitas dan kedaulatan Aceh. Tanpa kajian sejarah, ekologi, ekonomi, dan tanpa melibatkan publik Aceh, kebijakan ini sangat bermasalah secara hukum maupun moral,” tegas Desi dalam pernyataan resminya, Jumat (13/6).


Desi menyebut kebijakan Kemendagri sebagai bentuk kesalahan administratif yang tidak boleh mengorbankan kedaulatan Aceh. Oleh karena itu, KOPRI PKC PMII Aceh menyampaikan tiga tuntutan utama sebagai langkah korektif terhadap keputusan tersebut:


1. Pencabutan segera regulasi pemindahan pulau oleh Mendagri,


2. Lakukan peninjauan ulang oleh Badan Informasi Geospasial (BIG) terhadap peta yang menempatkan pulau-pulau itu ke Sumut.


3. Keterbukaan data potensi sumber daya alam, termasuk nikel dan migas, yang terdapat di empat pulau tersebut.


Lebih lanjut, Desi menyerukan seluruh elemen masyarakat Aceh untuk tetap rasional dan tidak terprovokasi, namun aktif mengawal kebijakan ini agar tidak menjadi celah perampasan sumber daya.


“Pulau-pulau itu mungkin tidak berpenghuni, tapi mereka menyimpan napas sejarah Aceh dan masa depan anak cucu kita. Kesalahan kebijakan seperti ini tidak boleh dibiarkan berlarut, karena dapat meruntuhkan kepercayaan rakyat pada negara,” tegasnya.

Baca juga  | Pulau-Pulau Aceh "Dicaplok" Sumut? PMII Aceh Desak Gubernur Ungkap Alasan Persetujuan

                       Bara di Perbatasan: Sengketa Empat Pulau Aceh-Sumut dan Bayang-Bayang Kepentingan "Nasional"

                        Mahasiswa Sumut Kecam Sikap Pemprov Soal Empat Pulau Sengketa: Penjajahan Atas Nama Negara

                          Tak Cukup 'Tak Perlu Diperbesar': Demisioner Ketua Umum HMPS-PFS Desak Pemerintah Tuntaskan Batas 4 Pulau Aceh Singkil

Sebagai bentuk komitmen, KOPRI PKC PMII Aceh juga mendesak diberlakukannya moratorium kebijakan hingga dibentuk tim verifikasi batas wilayah yang bersifat independen dan melibatkan unsur pemerintah pusat dan daerah.


“Kami, Kopri PKC PMII Aceh, akan berdiri di garda terdepan untuk memastikan hak Aceh dikembalikan. Dan saya pribadi siap mengawal setiap proses hukum dan administratif yang berlaku,” ungkap Desi.



Pernyataan ini menjadi bagian dari konsolidasi gerakan moral masyarakat sipil Aceh yang terus menuntut keadilan dalam pengelolaan wilayah dan sumber daya, serta mengingatkan bahwa setiap keputusan administratif harus menghormati sejarah, identitas, dan hak konstitusional masyarakat daerah.


Dan kepada pemerintah Aceh, Desi meminta, jika Pemerintah Aceh ingin mengubah keadaan, mereka harus mengangkat isu ini menjadi prioritas strategis, membentuk task force batas wilayah, dan menggunakan segala jalur administratif, politik, dan sosial untuk menekan pemerintah pusat.


“Dengan begitu, Realisasi UUPA dan MoU Helsinki bisa terealisasi dengan benar dan Marwah  daerah Aceh dipulihkan” tutupnya

_________________________________________



Kamis, 12 Juni 2025

Dekonstruksi Kedaulatan Wilayah Maritim: Empat Pulau Aceh Terserap ke Sumut, Gubernur Diminta Ungkap Alasan Persetujuan


LTN, Banda Aceh – 12 Juni 2025

Empat pulau yang selama ini dikenal berada dalam wilayah Aceh Singkil kini secara resmi masuk dalam administrasi Provinsi Sumatera Utara berdasarkan Keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia. Hal ini menuai reaksi keras dari Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Aceh.


Keputusan tersebut tertuang dalam Keputusan Mendagri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau. Dalam keputusan itu, empat pulau yang dimaksud – yaitu Pulau Mangkir Besar (Gadang), Pulau Mangkir Kecil (Ketek), Pulau Lipan, dan Pulau Panjang – dinyatakan masuk ke dalam wilayah administratif Kabupaten Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.


Ketua PKC PMII Aceh, Teuku Raysoel, menyatakan pihaknya menyesalkan langkah pemerintah pusat yang terkesan gegabah dalam mengambil keputusan strategis tanpa transparansi dan koordinasi memadai dengan pemerintah dan masyarakat Aceh.


“Kami mempertanyakan kepada Gubernur Aceh, atas dasar apa persetujuan itu dilakukan? Apakah karena kedekatan geografis semata pulau-pulau tersebut bisa diklaim oleh Sumut? Atau hanya karena tidak terverifikasi secara administratif oleh Aceh, maka hak atas wilayah bisa diambil begitu saja?” ujar Raysoel dalam keterangan tertulis, Rabu (12/6).


Raysoel menilai langkah pemerintah pusat ini menunjukkan lemahnya posisi Aceh dalam pengelolaan wilayahnya sendiri. Menurutnya, keputusan ini akan berdampak pada banyak aspek, termasuk hilangnya potensi ekonomi maritim, pengelolaan sumber daya alam, dan identitas historis masyarakat Aceh Singkil.

Baca juga : PMII Desak Pemerintah Aceh Tegas Pertahankan Empat Pulau Strategis di Aceh Singkil

                        Tak Cukup 'Tak Perlu Diperbesar': Demisioner Ketua Umum HMPS-PFS Desak Pemerintah Tuntaskan Batas 4 Pulau Aceh Singkil

“Jika pemerintah Aceh diam, maka bukan tidak mungkin hal serupa akan terjadi di wilayah perbatasan lain. Gubernur Aceh Muzakir Manaf dan Wakil Gubernur Fadhlullah harus segera mengambil langkah dan menjelaskan sikap resmi Pemerintah Aceh terhadap keputusan ini,” tegasnya.


Menurut PKC PMII Aceh, tidak ada keuntungan yang bisa didapat dari berpindahnya empat pulau tersebut ke wilayah Sumatera Utara, selain kerugian besar bagi Aceh, baik secara administratif maupun sosial-ekonomi. Sebaliknya, Pemerintah Provinsi Sumut akan mendapatkan keuntungan berupa perluasan wilayah, potensi tambahan pajak, serta akses atas potensi kelautan dan perikanan dari pulau-pulau tersebut.


“Kami menuntut agar Pemerintah Aceh segera menempuh langkah hukum, jika perlu menggugat keputusan ini ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), atau paling tidak mendorong audit ulang verifikasi batas wilayah laut Aceh secara komprehensif,” Tegas Teuku Raysoel.


Sebagai informasi, konflik batas wilayah ini muncul akibat tidak adanya pemutakhiran data jumlah pulau Aceh secara menyeluruh oleh pemerintah daerah. Sementara Sumatera Utara disebut telah memverifikasi keempat pulau itu dalam daftar pulau yang diajukan sejak tahun 2008–2009.


PKC PMII Aceh juga meminta DPR Aceh dan tokoh-tokoh daerah agar kompak turun tangan dan tidak membiarkan keputusan ini menjadi preseden buruk yang akan melemahkan otonomi Aceh di masa depan, "tegas Teuku Raysoel"


“Saya menyerukan kepada seluruh kader PMII Aceh baik di cabang, komisariat, maupun rayon untuk tidak apatis terhadap isu ini. Pengabaian atas kedaulatan wilayah hari ini, adalah warisan ketidakadilan yang akan kita rasakan bersama di masa depan,” tutupnya.

____________________________________




Kamis, 05 Juni 2025

FMPK-AS : Keputusan Kemendagri Cederai Keistimewaan Aceh


LantasTribunNews, Aceh Singkil, 5 Juni 2025

Empat Pulau Aceh Singkil Diklaim Sumut, FMPK-AS Sebut Mendagri Merampas Wilayah.

Forum Mahasiswa Peduli Kebijakan Aceh Singkil (FMPK-AS) menyatakan penolakan tegas terhadap keputusan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia yang mengesahkan klaim. 

Provinsi Sumatera Utara atas empat pulau yang secara administratif masuk dalam wilayah Kabupaten Aceh Singkil.

Keempat pulau yang dimaksud adalah Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Pulau Lipan, dan Pulau Panjang, yang selama ini tercatat sebagai bagian dari Aceh Singkil baik secara geografis maupun historis. 

Namun, keputusan terbaru dari Kementerian Dalam Negeri menetapkan pulau-pulau tersebut sebagai bagian dari wilayah Sumatera Utara, yang memicu reaksi keras dari berbagai elemen masyarakat Aceh.

Ketua FMPK-AS, Muhammad Yunus, menilai keputusan Mendagri sebagai tindakan sepihak 

yang mencederai semangat perdamaian dan keistimewaan Aceh yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA).

“Ini bukan hanya persoalan batas wilayah, tapi juga penghinaan terhadap konstitusi dan perjanjian damai MoU Helsinki.

 Keputusan ini adalah bentuk perampasan wilayah secara legalistik yang sangat kami tolak,” ujar Yunus  

Menurutnya, tidak ada transparansi dalam proses pengambilan keputusan tersebut. 

Baca juga :Sengketa Empat Pulau, Bobby Ingin Pengelolaan Bersama dengan Aceh

Pemerintah Aceh dan masyarakat Aceh Singkil tidak pernah dilibatkan secara layak, sementara data dan peta yang menjadi acuan justru terkesan manipulatif dan dipaksakan.


FMPK-AS mendesak: Menteri Dalam Negeri mencabut keputusan tersebut secara resmi dan terbuka.

Dilakukan audit ulang oleh pihak independen atas penetapan batas wilayah.

Pemerintah Aceh dan DPR Aceh segera mengambil langkah hukum dan politik yang tegas dan strategis.

“Kami tidak menolak pembangunan atau koordinasi antardaerah. Tapi kami menolak praktik kolonial gaya baru yang menyamar dalam bentuk regulasi,” tambah Yunus.

Rilis ini menjadi bagian dari upaya konsolidasi gerakan mahasiswa dan masyarakat sipil di Aceh Singkil untuk mempertahankan hak atas wilayah mereka. 

FMPK-AS menyatakan akan terus melakukan advokasi, diskusi publik, dan aksi damai untuk menuntut keadilan atas keputusan ini.

Muhammad Yunus – Ketua FMPK-AS saat menyampaikan sikap organisasi terkait konflik wilayah empat pulau.


Oleh: M. Yunus

Nurhayati Dapat Rumah Bantuan Layak Huni

  Nurhayati Dapat Rumah Bantuan Layak Huni  LTN, Bireuen | Nurhayati (64), warga Gampong Geulanggang Teungoh, Kecamatan Kota Juang, Kabupate...