Tampilkan postingan dengan label Sumatra Utara. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sumatra Utara. Tampilkan semua postingan

Jumat, 13 Juni 2025

Mahasiswa Sumut Kecam Sikap Pemprov Soal Empat Pulau Sengketa: Penjajahan Atas Nama Negara!

 




LTN, Sumatera Utara, 13 Juni 2025 Penetapan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia yang menyatakan bahwa empat pulau-Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Lipan, dan Panjang-masuk ke dalam wilayah administratif Provinsi Sumatera Utara menuai kritik keras dari kalangan mahasiswa, termasuk dari Fualdhi Husaini Hasibuan, mahasiswa asal Sumatera Utara sendiri.


Dalam pernyataannya, Fualdhi menegaskan bahwa klaim atas keempat pulau tersebut oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara merupakan bentuk pengabaian terhadap sejarah, fakta sosial, dan jejak hidup masyarakat Aceh yang telah lama bermukim dan mengelola wilayah tersebut.


"Empat pulau itu bukan kosong. Ada musala, dermaga, kebun, hingga makam masyarakat Aceh yang ditemukan oleh tim Kemendagri tahun 2022. Tapi semua itu seperti dihapus begitu saja dalam keputusan politik dan administratif. 

Ketika pemerintah berdalih soal verifikasi spasial dan hasil survei teknis, kita tidak boleh lupa bahwa di balik pulau-pulau itu ada masyarakat Aceh yang menanam, beribadah, bahkan dimakamkan di sana. Itu bukan titik koordinat; itu adalah kehidupan!," ungkap Fualdhi.


Menurutnya, sikap Pemprov Sumut yang cenderung aktif dalam mempertahankan hasil keputusan Kemendagri menunjukkan ambisi yang tidak sejalan dengan semangat keadilan antarwilayah.

Baca juga | Bara di Perbatasan: Sengketa Empat Pulau Aceh-Sumut dan Bayang-Bayang Kepentingan "Nasional"

                     Pulau-Pulau Aceh "Dicaplok" Sumut? PMII Aceh Desak Gubernur Ungkap Alasan Persetujuan

Pernyataan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution yang mengatakan "jika ada sumber daya di pulau-pulau tersebut bisa kita kelola bersama-sama" serta pernyataan Ketua DPRD Sumut Erni

Arniyanti bahwa "kita harus mempertahankan juga ya" dinilai Fualdhi sebagai bentuk pengakuan tidak langsung atas niat ekspansionis.


"Bila memang tak berniat mengambil, seharusnya tidak ada narasi tentang 'pengelolaan bersama apalagi 'mempertahankan'. Itu bahasa kekuasaan, bukan bahasa solidaritas antarwilayah," jelasnya.


Fualdhi menolak pendekatan hukum sebagai satu-satunya jalan penyelesaian. Ia menyebut jalur hukum hari ini cenderung menjadi stempel atas ketimpangan struktural yang dilegalkan atas nama negara. 


"Mengutip Tan Malaka: Tidak ada tawar menawar dengan maling yang menjarah di rumah kita sendiri. Jalur hukum hanya masuk akal ketika negara berdiri netral. Ketika negara menjadi alat pembenar penjajahan administratif, maka hukum hanya jadi catatan akhir dari pengkhianatan sejarah," katanya.


Fualdhi juga mempertanyakan dasar moral dari langkah Pemprov Sumut. Ia mengajak publik untuk lebih kritis terhadap narasi 'pembangunan' yang dikemas dalam bentuk perluasan administratif.


"Mengambil pulau dari rakyat lain bukan pembangunan. Itu kolonialisme bergaya baru," tegasnya.


Ia menambahkan bahwa sebagai anak muda dari Sumatera Utara, dirinya justru kecewa karena

pemerintah daerah terkesan tidak fokus pada pembangunan internal, tapi malah berlomba memperluas wilayah tanpa kejelasan arah manfaatnya.


"Sumatera Utara masih punya segudang persoalan internal. Dari infrastruktur desa yang rusak,ketimpangan kota-desa, hingga pengelolaan anggaran yang tidak merata. Lebih baik kita urus itudaripada bernafsu pada empat pulau yang jelas-jelas secara historis milik rakyat Aceh," katanya.


Rilis ini menegaskan bahwa sikap diam atau pembenaran terhadap keputusan yang salah bukanlah netralitas, tapi keberpihakan terhadap kekuasaan yang menindas.


 Dengan gaya khas gerakan mahasiswa, Fualdhi menyatakan bahwa wilayah bukan hanya soal garis di peta, tetapi juga soal ingatan, sejarah,dan keadilan sosial.

_________________________________________



Minggu, 08 Juni 2025

Empat Pulau Jatuh ke Sumut, PMII Komisariat Uin Ar Raniry Menilai Jatuhnya Martabat ini Kepada Rakyat Aceh

 



LTN, Banda Aceh | Polemik seputar kepemilikan empat pulau yang berada di wilayah Aceh Singkil, tapi kini resmi menjadi milik Sumatera Utara, mengundang komentar dari Koordinator Bidang Kaderisasi Pergerakan Mahasiswa Islam Uin Ar Raniry, Sahabat Muhammad Afif Irvandi El Tahiry


Pendapat beliau, keempat pulau yang kini tercatat sebagai bagian dari dalam Provinsi Sumatera Utara bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 44 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Keistimewaan Provinsi Daerah Istimewa Aceh dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA).


"Ini adalah bentuknya adalah jatuhnya martabat rakyat Aceh dan mencoreng nama baik kita di mata rakyat diluar sana. Saya mendesak kepada Gubernur Aceh dan DPR RI dan DPRA untuk bisa memperjuangkan agar keempat pulau itu kembali menjadi bagian dari wilayah Aceh," tegasnya (08/06/2025).


Sahabat Muhammad Afif juga meminta kepada Pemerintah Aceh segera untuk dapat menyerahkan bukti-bukti autentik kepada Kementerian Dalam Negeri, termasuk adalah dokumen hasil daru kesepakatan batas wilayah tahun 1992, untuk menegaskan bahwa pulau-pulau tersebut secara sah merupakan bagian dari wilayah Aceh.

"Gubernur harus bisa menunjukkan komitmen yang tegas dengan meninjau ulang kembali status kepemilikan keempat pulau ini. Pemerintah Aceh memegang tanggung jawab besar untuk bisa mengembalikan kembali hak wilayah tersebut ke dalam pangkuan Provinsi Aceh," katanya.

Baca jugaPMII Desak Pemerintah Aceh Tegas Pertahankan Empat Pulau Strategis di Aceh Singkil

Ia juga melihat bahwa nama-nama dari keempat pulau tersebut berasal dari penamaan oleh masyarakat Aceh, bukan oleh masyarakat dari Sumatera Utara.


Sebagai informasi, Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 300.2.2-2138 Tahun 2025 tentang Pemutakhiran Kode dan Data Wilayah Administrasi Pemerintahan dan Pulau, yang diterbitkan pada 27 April 2025, menyatakan bahwa Pulau Panjang, Pulau Lipan, Pulau Mangkir Gadang, dan Pulau Mangkir Ketek masuk dalam wilayah administrasi Tapanuli Tengah, Sumatera Utara.


Saya berharap agar 4 Pulau ini bisa kembali kepada rakyat Aceh,jangan sampai 4 pulau ini lepas dengan adanya kepentingan dari segelintir orang, sehingga rakyat dari 4 Pulau ini menjadi korban dari kepentingan tadi itu.


Kami menuntut polemik 4 pulau ini segera tuntas, jangan sampai tidak tuntas, kami sebagai rakyat Aceh sangat ingin kami tenang dan damai disini tanpa ada kezaliman dan hal-hal kecurangan atas hak tanah yang ada di Aceh.



Nurhayati Dapat Rumah Bantuan Layak Huni

  Nurhayati Dapat Rumah Bantuan Layak Huni  LTN, Bireuen | Nurhayati (64), warga Gampong Geulanggang Teungoh, Kecamatan Kota Juang, Kabupate...