Tampilkan postingan dengan label Aceh. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Aceh. Tampilkan semua postingan

Jumat, 20 Juni 2025

Pemkab Gayo Lues Kembangkan 3.000 Hektare Lahan Perkebunan Lewat Program GERETEK, Dorong Ekonomi Kerakyatan

 


LTN, Gayo Lues|Pemerintah Kabupaten Gayo Lues menetapkan langkah strategis dalam mendorong ekonomi kerakyatan dengan merancang pengembangan 3.000 hektare lahan perkebunan pada periode 2025 hingga 2029. Program ini menjadi bagian utama dari Gerakan Restorasi Ekonomi Kerakyatan (GERETEK), yang tercantum sebagai prioritas dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Kabupaten (RPJM) Gayo Lues.


Langkah ambisius ini disampaikan oleh Plt. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Gayo Lues, Muhaimini, dalam kegiatan paparan RPJM yang digelar di Aula Setdakab Gayo Lues, Selasa, 17 Juni 2025. Menurut Muhaimini, program ini dirancang untuk membangun identitas ekonomi daerah sekaligus menjawab tantangan peningkatan kesejahteraan masyarakat berbasis potensi lokal.


“Tujuan utama dari program GERETEK adalah membangun branding Gayo Lues sebagai Kabupaten Kopi dan Kakao. Fokus utama tetap pada perluasan lahan dan peningkatan produksi dua komoditas unggulan ini, namun tanpa mengesampingkan potensi komoditas lain,” jelas Muhaimini di hadapan peserta rapat.


Ia mengakui bahwa target awal sebenarnya mencapai 5.000 hektare lahan perkebunan, namun karena keterbatasan anggaran, pemerintah daerah menetapkan target realistis sebesar 3.000 hektare. Program ini menyasar para petani dan masyarakat yang memiliki lahan pertanian yang belum tergarap, dengan pendekatan berbasis swakelola dan partisipatif.


“Model pelaksanaan GERETEK diarahkan secara rasional dan swakelola, artinya keterlibatan masyarakat sangat penting. Nantinya pelaksanaan akan didampingi oleh para penyuluh, dan kita akan melakukan evaluasi secara berkala berbasis insentif, sehingga masyarakat tidak hanya bekerja, tapi juga terdorong oleh hasil yang konkret,” tambahnya.



Adapun wilayah prioritas pengembangan kopi berada di Kecamatan Pantan Cuaca, Blang Jerango, Kuta Panjang, Blangkejeren, Blangpegayon, dan Dabun Gelang. Sementara itu, pengembangan tanaman kakao akan dipusatkan di Kecamatan Putri Betung, Pining, Terangun, Tripe Jaya, dan Rikit Gaib.


Dalam kesempatan yang sama, Bupati Gayo Lues, Suhaidi, S.Pd., M.Si, menegaskan bahwa pelaksanaan RPJM harus menjadi tanggung jawab kolektif semua SKPK di lingkungan Pemkab Gayo Lues. Ia menolak anggapan bahwa ketidaktercapaian target menjadi alasan untuk merevisi RPJM. Sebaliknya, Bupati menekankan pentingnya penyusunan target yang realistis dan mendorong SKPK untuk bahkan melampaui apa yang telah direncanakan.



“Kita tidak perlu merevisi RPJM hanya karena tidak bisa memenuhi target awal. Yang perlu kita lakukan adalah mengisinya dengan target realistis, dan jika mampu melebihi, itu adalah prestasi kita,” tegas Suhaidi.


Lebih lanjut, ia mengingatkan bahwa tugas dan tanggung jawab telah dibagi sesuai dengan fungsi dan kewenangan masing-masing SKPK. Dengan demikian, kerja sama lintas sektor menjadi kunci utama dalam mewujudkan visi dan misi pembangunan daerah.



“Kalau bukan kita yang memikirkan Gayo Lues ini, siapa lagi? Ini rumah besar kita, dan kita semua punya peran di dalamnya,” tutup Bupati.


Program GERETEK diharapkan dapat menjadi titik tolak kebangkitan ekonomi lokal di Gayo Lues, serta memperkuat posisi daerah sebagai sentra penghasil kopi dan kakao unggulan di wilayah Aceh dan Sumatera. Pemerintah Kabupaten berkomitmen untuk mendampingi masyarakat secara langsung dalam pelaksanaan program ini, sekaligus membangun kesadaran dan kemandirian dalam pengelolaan sumber daya alam yang berkelanjutan.

Selasa, 17 Juni 2025

Bea Cukai Gagalkan Penyelundupan Rokok dan Narkotika, Selamatkan Negara dari Kerugian Triliunan Rupiah

 




LTN, Langsa | Kantor Bea Cukai Langsa beserta gabungan ,TNI,Polri Dan Masyarakat berhasil menggagalkan berbagai upaya penyelundupan barang ilegal yang terdiri dari kendaraan bermotor, rokok tanpa pita cukai, dan narkotika. Aksi penindakan ini menjadi bukti nyata komitmen dalam menjaga kedaulatan ekonomi dan keamanan negara dari ancaman barang-barang terlarang.


Dalam keterangannya, Kepala Kantor Bea Cukai Langsa, Sulaiman, menyebutkan bahwa penindakan telah dilakukan dalam beberapa aksi sepanjang tahun berjalan. Rinciannya meliputi:


Dua kali penindakan terhadap barang impor ilegal, dengan barang bukti berupa 17 unit kendaraan roda dua serta komoditas lainnya.


Lima kali penindakan rokok ilegal di luar kegiatan operasi pasar, dengan total 5.859.200 batang rokok berbagai merek yang diamankan.


Sebelas kali penindakan penyelundupan narkotika dengan total berat mencapai 584.650 gram.


Dari keseluruhan penindakan tersebut, negara berhasil diselamatkan dari potensi kerugian yang mencapai Rp4.685.423.758.547 (empat triliun enam ratus delapan puluh lima miliar empat ratus dua puluh tiga juta tujuh ratus lima puluh delapan ribu lima ratus empat puluh tujuh rupiah).


Angka tersebut terbagi dalam tiga sektor, yakni:


Sektor Kepabeanan sebesar Rp4.099.054.735


Sektor Cukai sebesar Rp7.164.883.812


Biaya rehabilitasi narkotika yang tidak perlu dikeluarkan negara sebesar Rp4.674.159.820.000


Sulaiman menegaskan bahwa keberhasilan ini tidak lepas dari sinergi dan kolaborasi dengan berbagai pihak, termasuk TNI, Polri, lembaga intelijen, serta dukungan dan informasi dari masyarakat.


“Ini adalah bukti nyata bahwa keterlibatan aktif masyarakat sangat membantu dalam mencegah peredaran barang ilegal di wilayah Indonesia. Kami sangat menghargai peran LSM dan masyarakat yang secara konsisten memberikan informasi akurat kepada Bea Cukai,” ujarnya.


Bea Cukai Langsa, lanjutnya, terus berkomitmen menjalankan amanat Nawacita Presiden untuk melindungi masyarakat serta menjaga stabilitas ekonomi nasional dari ancaman penyelundupan dan peredaran barang ilegal.


“Kami mengimbau seluruh pihak untuk tidak terlibat dalam aktivitas ilegal di bidang kepabeanan dan cukai. Kami juga mengajak masyarakat untuk terus aktif melaporkan indikasi penyelundupan ke Bea Cukai,” tutupnya.

Jumat, 13 Juni 2025

Mahasiswa Sumut Kecam Sikap Pemprov Soal Empat Pulau Sengketa: Penjajahan Atas Nama Negara!

 




LTN, Sumatera Utara, 13 Juni 2025 Penetapan Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia yang menyatakan bahwa empat pulau-Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Lipan, dan Panjang-masuk ke dalam wilayah administratif Provinsi Sumatera Utara menuai kritik keras dari kalangan mahasiswa, termasuk dari Fualdhi Husaini Hasibuan, mahasiswa asal Sumatera Utara sendiri.


Dalam pernyataannya, Fualdhi menegaskan bahwa klaim atas keempat pulau tersebut oleh Pemerintah Provinsi Sumatera Utara merupakan bentuk pengabaian terhadap sejarah, fakta sosial, dan jejak hidup masyarakat Aceh yang telah lama bermukim dan mengelola wilayah tersebut.


"Empat pulau itu bukan kosong. Ada musala, dermaga, kebun, hingga makam masyarakat Aceh yang ditemukan oleh tim Kemendagri tahun 2022. Tapi semua itu seperti dihapus begitu saja dalam keputusan politik dan administratif. 

Ketika pemerintah berdalih soal verifikasi spasial dan hasil survei teknis, kita tidak boleh lupa bahwa di balik pulau-pulau itu ada masyarakat Aceh yang menanam, beribadah, bahkan dimakamkan di sana. Itu bukan titik koordinat; itu adalah kehidupan!," ungkap Fualdhi.


Menurutnya, sikap Pemprov Sumut yang cenderung aktif dalam mempertahankan hasil keputusan Kemendagri menunjukkan ambisi yang tidak sejalan dengan semangat keadilan antarwilayah.

Baca juga | Bara di Perbatasan: Sengketa Empat Pulau Aceh-Sumut dan Bayang-Bayang Kepentingan "Nasional"

                     Pulau-Pulau Aceh "Dicaplok" Sumut? PMII Aceh Desak Gubernur Ungkap Alasan Persetujuan

Pernyataan Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution yang mengatakan "jika ada sumber daya di pulau-pulau tersebut bisa kita kelola bersama-sama" serta pernyataan Ketua DPRD Sumut Erni

Arniyanti bahwa "kita harus mempertahankan juga ya" dinilai Fualdhi sebagai bentuk pengakuan tidak langsung atas niat ekspansionis.


"Bila memang tak berniat mengambil, seharusnya tidak ada narasi tentang 'pengelolaan bersama apalagi 'mempertahankan'. Itu bahasa kekuasaan, bukan bahasa solidaritas antarwilayah," jelasnya.


Fualdhi menolak pendekatan hukum sebagai satu-satunya jalan penyelesaian. Ia menyebut jalur hukum hari ini cenderung menjadi stempel atas ketimpangan struktural yang dilegalkan atas nama negara. 


"Mengutip Tan Malaka: Tidak ada tawar menawar dengan maling yang menjarah di rumah kita sendiri. Jalur hukum hanya masuk akal ketika negara berdiri netral. Ketika negara menjadi alat pembenar penjajahan administratif, maka hukum hanya jadi catatan akhir dari pengkhianatan sejarah," katanya.


Fualdhi juga mempertanyakan dasar moral dari langkah Pemprov Sumut. Ia mengajak publik untuk lebih kritis terhadap narasi 'pembangunan' yang dikemas dalam bentuk perluasan administratif.


"Mengambil pulau dari rakyat lain bukan pembangunan. Itu kolonialisme bergaya baru," tegasnya.


Ia menambahkan bahwa sebagai anak muda dari Sumatera Utara, dirinya justru kecewa karena

pemerintah daerah terkesan tidak fokus pada pembangunan internal, tapi malah berlomba memperluas wilayah tanpa kejelasan arah manfaatnya.


"Sumatera Utara masih punya segudang persoalan internal. Dari infrastruktur desa yang rusak,ketimpangan kota-desa, hingga pengelolaan anggaran yang tidak merata. Lebih baik kita urus itudaripada bernafsu pada empat pulau yang jelas-jelas secara historis milik rakyat Aceh," katanya.


Rilis ini menegaskan bahwa sikap diam atau pembenaran terhadap keputusan yang salah bukanlah netralitas, tapi keberpihakan terhadap kekuasaan yang menindas.


 Dengan gaya khas gerakan mahasiswa, Fualdhi menyatakan bahwa wilayah bukan hanya soal garis di peta, tetapi juga soal ingatan, sejarah,dan keadilan sosial.

_________________________________________



Nurhayati Dapat Rumah Bantuan Layak Huni

  Nurhayati Dapat Rumah Bantuan Layak Huni  LTN, Bireuen | Nurhayati (64), warga Gampong Geulanggang Teungoh, Kecamatan Kota Juang, Kabupate...