Tampilkan postingan dengan label Tulisan. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tulisan. Tampilkan semua postingan

Rabu, 09 Juli 2025

Delapan Dimensi dan Dosa Lama Pendidikan Kita

 



Oleh: Ramadhan Al Faruq

LTN, Opini |

Ganti menteri, ganti kebijakan. Sarjana membludak, pengangguran menumpuk. Gelar akademik menjulang, tapi moral bangsa tak kunjung bangkit. Di jalanan teriak perlawanan, di parlemen jadi babu kekuasaan. Pendidikan jalan terus, tapi perbudakan tak juga usai. Inilah negeri kita!


POTONGAN-POTONGAN kalimat itu bukan cuma bentuk satire, tetapi potret getir yang terus terulang dari generasi ke generasi. Jika semua dikumpulkan, benang merahnya terang: pendidikan kita gagal melahirkan manusia merdeka yang memerdekakan.


Mungkin Anda tak sepakat, tapi tak bisa menampik kenyataan bahwa bangsa ini sedang rusak mentalnya; di segala lini sosial, politik, hukum, pendidikan, budaya, bahkan ekonomi yang kini berada di tubir jurang kegelisahan.


Sudah terlalu lama bangsa ini digerogoti kerakusan orang-orang terdidik yang tak pernah selesai dididik menjadi manusia seutuhnya. Korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) bukan lagi kejahatan tersembunyi, melainkan menjadi ritus harian dari pusat kekuasaan hingga ruang kelas. Dari gedung DPR sampai meja guru, aroma pengkhianatan terhadap nilai-nilai keadilan semakin menyengat.


Lalu untuk siapa pendidikan ini digerakkan? Ke mana bangsa ini hendak dibawa?


Baru-baru ini, Kementerian Pendidikan kembali menggulirkan narasi "pembaruan" dengan mengusung konsep Delapan Dimensi Profil Pelajar Pancasila. Kampanye besar diluncurkan, seminar diselenggarakan, buku panduan dicetak. Seolah angin segar sedang bertiup, membawa harapan akan lahirnya generasi unggul di masa depan. 


Tapi delapan dimensi ini tak boleh berhenti sebagai narasi indah di atas kertas. Ia harus menjadi api perlawanan, bukan hanya proyek ganti rezim. Ia harus menjadi cetak biru yang melahirkan manusia kritis, berani melawan kebusukan, bukan hanya kendaraan pemborosan anggaran lewat sosialisasi dari pusat ke daerah.


1. Keimanan dan Ketakwaan kepada Tuhan YME


Dimensi ini tak cukup hanya melahirkan generasi berpenampilan religius yang fasih melafalkan ayat-ayat suci. Pendidikan sejati harus menumbuhkan keberanian moral untuk menyatakan yang benar itu benar, dan yang salah itu salah; tanpa pandang bulu, sekalipun pelakunya pejabat tinggi. Religiusitas tanpa keberanian melawan ketidakadilan hanyalah topeng belaka.


2. Berkebhinekaan Global (Kewargaan Aktif)


Dimensi ini semestinya menumbuhkan kesadaran bahwa menjadi warga negara berarti berani bersuara. Bukan hanya hafal sila Pancasila, tetapi berani menggugat kebijakan yang menindas rakyat. Menjadi warga negara bukanlah menjadi budak negara. Demokrasi membutuhkan keberanian bertanya, menggugat, bahkan menolak ketika keadilan dipermainkan.


 3. Bernalar Kritis


Inilah dimensi yang menjadi rem penting terhadap hegemoni kekuasaan. Generasi yang bernalar kritis akan mampu mencium kebusukan di balik retorika pembangunan, menggugat jargon digitalisasi yang menindas, serta membongkar ketimpangan yang dikemas sebagai pertumbuhan. Mereka akan menjadi duri di tenggorokan para bedebah yang menjarah masa depan.


 4. Kreatif


Kreativitas bukan hanya membuat konten lucu yang viral. Ia harus menjadi daya cipta dan daya lawan terhadap kepalsuan, tirani, dan kesewenang-wenangan. Pendidikan yang mencetak pemuja kekuasaan hanya akan memperpanjang perbudakan intelektual. Kita butuh pembaru, bukan pengikut.


 5. Kolaboratif

Kolaborasi tak boleh dimaknai sebagai “kerja sama demi proyek penguasa.” Ia harus berarti gotong royong membangun kekuatan rakyat. Pendidikan harus menumbuhkan generasi yang mandiri, yang tetap tegak walau sistem menyingkirkan mereka, yang tetap berjalan lurus walau arus menentangnya.


 6. Mandiri


Kemandirian bukan sekadar bisa hidup sendiri. Ia adalah keberanian untuk tidak ikut arus, tidak menjilat kekuasaan, tidak tergantung pada birokrasi. Mandiri berarti setia pada nilai, bukan pada kenyamanan.


 7. Sehat Fisik dan Mental


Dimensi ini tak cukup hanya melahirkan generasi bertubuh atletis. Yang lebih mendesak adalah ketahanan mental dalam menghadapi tekanan politik, sosial, dan ekonomi. Mereka yang tak takut dibungkam, tak tumbang saat ditekan, dan tak bisa dibeli, adalah wajah asli manusia sehat di zaman ini.


8. Kemampuan Berkomunikasi


Bukan hanya pintar bicara di podium, tapi berani menyuarakan kebenaran, menggugat ketidakadilan, dan menyebarkan semangat perlawanan. Ini tentang keberanian berkata “tidak” pada kekuasaan, tentang keteguhan bertanya “kenapa?” saat rakyat disakiti dan kebenaran disembunyikan.

Jika delapan dimensi ini dijalankan sepenuh hati, hasilnya bukan sekadar lulusan sekolah atau sarjana. Hasilnya adalah manusia merdeka yang tidak bisa dibeli, tidak bisa ditakut-takuti, dan tidak akan diam ketika rakyat diinjak-injak.


Pendidikan sejati bukan untuk melahirkan budak-budak naif yang taat tanpa nalar, tapi generasi cerdas yang memimpin perubahan. Dan perubahan sejati hanya lahir dari keberanian untuk menolak tunduk pada kebusukan.

Penulis Ramadhan Al Faruq


Islam pernah mengingatkan dengan tegas:


“Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang mungkar, dan beriman kepada Allah....”

(QS. Ali Imran: 110)


Artinya, pendidikan harus bermuara pada lahirnya generasi terbaik yang berani memperjuangkan kebaikan, keadilan, dan kebenaran. Yang melawan kezaliman, membongkar kebiadaban, dan menjaga integritas bangsa dari cengkeraman kekuasaan yang bejat.


 Penulis adalah alumni IAIN Ar-Raniry, Juru Bicara Kaukus Peduli Integritas Pendidikan Aceh.







Klik Pendaftaran MAPABA PMII RAYA



Selasa, 08 Juli 2025

Pendidikan di Aceh Masih Perlu Perjuangan Serius

 

Teguh Ardiansyah, Ketua PK PMIII USM


LTN, Opini|Pendidikan di provinsi Aceh telah menunjukkan kemajuan dalam hal akses pendidikan dasar dan capaian rapor SPM. Namun, tantangan mutu, kesinambungan jenjang, ketimpangan daerah, serta hambatan sosial-ekonomi masih besar. Masih dibutuhkan perjuangan serius dan terarah – tidak hanya membangun sarana, tapi juga peningkatan kualitas guru, regulasi akses dan dukungan bagi anak-anak, serta kolaborasi lintas pemangku kepentingan.


Pendidikan di Aceh saat ini masih menghadapi berbagai tantangan yang membutuhkan perhatian serius. Meskipun beberapa kebijakan seperti program beasiswa “Aceh Carong” dan peningkatan anggaran pendidikan telah dijalankan, namun kenyataan di lapangan belum sepenuhnya mencerminkan kemajuan yang merata.


Masih banyak sekolah di pelosok Aceh yang kekurangan fasilitas, guru yang belum memenuhi kualifikasi, dan anak-anak yang kesulitan mengakses pendidikan karena faktor ekonomi atau geografis. Ketimpangan antara daerah kota dan desa begitu jelas, menciptakan jurang kualitas yang cukup tajam.


Selain itu, nilai-nilai budaya dan agama yang kuat di Aceh sebenarnya bisa menjadi fondasi pendidikan yang unggul dan berkarakter. Namun, hal ini belum sepenuhnya dimanfaatkan dalam pengembangan kurikulum lokal yang kontekstual dan relevan.


Pendidikan di Aceh harus bergerak maju, bukan hanya dari sisi infrastruktur, tapi juga dari segi kualitas guru, literasi digital, dan penguatan karakter siswa. Perlu sinergi antara pemerintah, lembaga pendidikan, dan masyarakat untuk memastikan bahwa pendidikan benar-benar menjadi jalan perubahan dan kemajuan Aceh.







Klik Pendaftaran MAPABA PMII RAYA


Klik Formulir pendaftaran anggota Wartawan Media LTN 








Jumat, 04 Juli 2025

KPU & Bawaslu Jangan Pasif Setelah Pemilu Usai

 


LTN, Lhokseumawe | Pemilu memang telah usai namun pekerjaan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) belum boleh selesai. Keduanya bukan sekadar penyelenggara dan pengawas teknis lima tahunan, tetapi institusi demokrasi yang memiliki tanggung jawab jangka panjang dalam membangun kualitas politik elektoral dan menjaga integritas demokrasi.


Sering kali setelah hiruk-pikuk pemilu selesai terlebih setelah pelantikan. Peran KPU dan Bawaslu nyaris senyap. Mereka seperti kembali ke balik layar, padahal masyarakat masih membutuhkan kehadiran mereka dalam ranah pendidikan politik, evaluasi penyelenggaraan dan penataan sistem elektoral.


Pertama, KPU tidak cukup hanya menyusun dan menjalankan tahapan pemilu. Setelah pemilu, KPU semestinya aktif melakukan evaluasi menyeluruh, menyampaikan laporan terbuka kepada publik, dan menggagas reformasi sistem kepemiluan jika diperlukan. Misalnya, evaluasi soal Daftar Pemilih Tetap (DPT), penyebaran logistik, ataupun mekanisme perhitungan suara berbasis teknologi yang sering kali menimbulkan kebingungan atau kecurigaan.


Kedua, Bawaslu harus terus berperan sebagai penjaga integritas politik, bahkan di luar masa kampanye. Banyak praktik politik transaksional, pelanggaran etika pejabat terpilih, atau ketidaknetralan aparatur negara yang perlu diawasi secara berkelanjutan. Dalam konteks ini, Bawaslu idealnya tidak hanya bertindak reaktif berdasarkan laporan, melainkan proaktif dalam membangun sistem pengawasan partisipatif bersama masyarakat sipil.


Selain itu, peran KPU dan Bawaslu dalam pendidikan politik masih minim. Keduanya cenderung absen dari ruang-ruang diskursus publik pasca pemilu. Padahal, konsolidasi demokrasi membutuhkan pendidikan pemilih yang berkelanjutan, bukan musiman. Masyarakat harus terus diberi pemahaman tentang hak-hak politiknya, mekanisme pengawasan, serta pentingnya partisipasi politik yang cerdas.


Oleh karena itu, pasifnya lembaga KPU dan Bawaslu setelah pemilu menjadi kemunduran demokrasi yang tidak boleh dibiarkan. Demokrasi bukan hanya soal siapa menang dan kalah di bilik suara, tetapi juga soal bagaimana institusi terus bekerja memastikan sistem berjalan jujur, adil, dan transparan di luar momentum elektoral.


Sebagai lembaga negara independen, KPU dan Bawaslu memiliki legitimasi untuk terus aktif di antara dua pemilu. Jika mereka hanya muncul saat pemilu, lalu lenyap begitu kontestasi usai, maka mereka bukan pengawal demokrasi sejati, melainkan sekadar panitia event lima tahunan.

Andri Wahyudi (Pemerhati Kebijakan Publik)

_________________________________________


Polres Bitung Mengikuti Zoom Ketahanan Pangan dan Penanaman Jagung Serentak Kuartal III

LTN ,BITUNG | Polres Bitung mengikuti kegiatan Zoom Ketahanan Pangan dan Penanaman Jagung Serentak Kuartal III yang dipimpin oleh Ketua Kom...